MOLA HIDATIDOSA
A.
DEFINISI
Yang dimaksud mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang
berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili
korialis mengalami perubahan hidropik. (Prawirohardjo, Sarwono. 2005:342)
Mola hidatidosa adalah
jonjot- jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh berganda berupa gelembung-
gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur,
atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata
ikan.(Mochtar,Rustam. 1998:238)
Mola hidatidosa adalah
suatu keadaan patologik dari korion yang ditandai dengan :
- degenerasi kistik dari vili, disertai dengan pembengkakan hidropik
- avaskularitas, atau tidak adanya pembuluh darah janin
- proliferasi jaringan trofoblastik
Insiden kehamilan mola di amerika serikat hampir mendekati 1
dalam 1500 sampai 1 dalam 2000 kehamilan.
Neoplasia trofoblastik
gestasional (GTN) adalah suatu spektrum penyakit yang meliputi mola hidatidosa,
mola invasif dan koriokarsinoma (Taber, Benzoir. 1994:278)
Mola hidatidosa ialah
kehamilan abnormal, dengan ciri- ciri stroma vilus korialis langka
vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi vilus- vilus
yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh menerus; gambaran yang
diberikan ialah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblas pada vilus
kadang- kadang berproliforasi ringan kadang- kadang keras, dan mengeluarkan
hormon yaitu human chorionic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar
daripada kehamilan biasa. (Prawirohardjo, Sarwono. 2008:262)
B. PATOFISIOLOGI
Mola hidatidosa yang juga
sering disebut dengan kehamilan mola (hamil anggur). Mola hidatidosa merupakan
kehamilan yang secara genetik tidak normal (abnormal). Berdasarkan hasil
pemeriksaan histologi, mola hidatidosa ditandai oleh kelainan pada vili
korialis, yang terdiri dari poliferasi tromboblastik dengan derajat yang
bervariasi oedema stroma virus. Mola biasanya menempati kavum uteri, tetapi
kadang-kadang tumor ini ditemukan dalam tuba falopi dan bahkan dalam ovarium. (Cuningham, 1995:636)
C. ETIOLOGI
Penyebab mola hidatidosa
tidak diketahui, faktor-faktor yang dapat menyebabkannya antara lain :
- faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan
- imunoselektif dari trofoblast
- keadaan sosio-ekonomi yang rendah
- paritas tinggi
- kekurangan protein
- infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas (Mochtar, Rustam. 1998:239)
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi mola hidatidosa antara lain :
1. mola hidatidosa komplet (klasik)
2. mola hidatidosa inkomplet (parsial)
Karakteristik mola
hidatidosa bentuk komplet dan parsial
gambaran
|
Mola inkomplet (parsial)
|
Mola komplet (klasik)
|
Jaringan embrio
atau janin
|
ada
|
Tidak ada
|
Pembengkakan
hidatidosa pada villi
|
fokal
|
difus
|
Hiperplasia
trofoblastik
|
fokal
|
difus
|
Inklusi stroma
|
ada
|
Tidak ada
|
Lekukan vilosa
|
ada
|
Tidak ada
|
kariotipe
|
Paternal dan
maternal 69,XXY atau 69,XYY
|
Paternal 46, XX
(96%)
46, XY (4%)
|
Neoplasia
trofoblastik
|
-5%
(koriokarsinoma jarang)
|
-20,00%
|
1. Mola hidatidosa komplet
(klasik)
Gelembung-gelembung
atau vesikula ini bervariasi ukurannya mulai dari yang mudah terlihat sampai
beberapa cm, dan tergantung dalam beberapa kelompok dari tangkai yang tipis.
Massa tersebut dapat tumbuh cukup besar sehingga memenuhi uterus, yang besarnya
bisa mencapai ukuran uterus kehamilan normal laju.
Berbagai penelitian
sitogenetik terhadap kehamilan mola komplet, menemukan komposisi kromosom yang
paling sering (tidak terlalu) 46,XX, dengan kromosom sepenuhnya berasal dari
ayah. Fenomena ini disebut sebagai androgenesis. Yang khas, ovum dibuahi oleh
sperma haploid yang kemudian mengadakan duplikasi kromosomnya sendiri setelah
miosis. Kromosom ovum bisa tidak terlihat atau tidak aktif. Tetapi, semua mola
hidatidosa komplet tidak begitu khas dan kadang-kadang pola kromosom pada mola
komplet bisa, 46,XY. Dalam keadaan ini, dua sperma membuahi satu ovum yang
tidak mengandung kromosom. Variasi lainnya juga pernah dikemukakan misalnya
45,X. Jadi, mola hidatidosa yang secara morfologi komplet dapat terjadi akibat
berbagai pola kromosom. (Cunningham, F. Garry. 1995:637)
2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial)
Kalau perubahan
hidatidosa bersifat fokal serta belum begitu jauh dan masih terdapat janin atau
sedikitnya kantong amnion, keadaan ini digolongkan sebagai mola hidatidosa
parsial. Hiperplasia trofoblastik yang terjadi, lebih bersifat fokal daripada
generalisata. Koriotipe secara khas berupa triploid, yang bisa 69,XXY atau
69,XYY, dengan satu komplemen haploid paternal. Janin secara khas menunjukkan
stigmata triploidi yang mencakup malformasi kongenital multiple dan retardasi
pertumbuhan.
(Cunningham, F. Garry. 1995:637)
E. TANDA DAN GEJALA
Pada permulaannya gejala mola
hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan biasa yaitu enek, muntah,
pusing dan lain-lain, hanya saja derajat keluhannya sering lebih hebat.
Selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehingga pada umumnya besar uterus lebih
besar dari umur kehamilan.
Perdarahan merupakan gejala
utama mola. Biasanya keluhan perdarahan inilah yang menyebabkan mereka datang
ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi antara bulan pertama
sampai ketujuh dengan rata-rata 12 - 14 minggu. Sifat perdarahan bisa
intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok
atau kematian karena perdarahan ini maka umumnya pasien mola hidatidosa masuk
ke dalam anemia. Seperti juga pada kehamilan biasa mola hidatidosa bisa
disertai dengan preeklamsia (eklamsia), hanya perbedaannya ialah bahwa
preeklamsia pada mola terjadinya lebih muda daripada kehamilan biasa.
(Prawirohardjo, Sarwono. 2005:344)
Pasien biasanya menyadari
adanya kehamilan, gejala yang khas
meliputi aminore 2 periode atau lebih, pembesaran abdomen, dan pada kira-kira
14 - 30% pasien menderita nausea dan vomitus yang berat. Pergerakan janin tidak
ada. Kehamilan mola biasanya terdiagnosis antara kehamilan minggu ke 11 sampai
ke 20. (Taber, Ben-zion. 1994:279)
Tanda dan Gejala :
1. mual dan muntah yang menetap,
seringkali menjadi parah
2. perdarahan uterus yang
terlihat pada minggu ke 12; bercak darah atau perdarahan hebat mungkin terjadi, tetapi
biasanya hanya berupa rabas bercampur darah, cenderung berwarna merah daripada
berwarna coklat, yang terjadi secara intermiten atau terus meneruskan
3. ukuran uterus besar untuk usia kehamilan
(terjadi kurang lebih pada sepertiga kasus)
4. sesak nafas
5. ovarium biasanya nyeri tekan dan membesar (theca lutein cysts)
6. tidak ada denyut jantung janin
7. tidak ada aktifitas janin
8. pada palpasi tidak ditemukan bagian-bagian janin
9. hipertensi akibat kehamilan, preeklamsia atau eklamsia sebelum usia
kehamilan 24 minggu
(Varney, Helen. 2006:607)
F. DIAGNOSA BANDING
Diagnosa bandingnya meliputi
abortus iminens, abortus yang gagal (miss abortion), kematian janin trimester
pertengahan, kehamilan ganda, tanggal menstruasi yang salah, uterus hamil yang
diperbesar oleh leiomioma dan hidramnion. (Taber, Ben-zion. 1994:279)
G. KOMPLIKASI
Mola hidatidosa menyebabkan perdarahan pervaginam,
keluarnya jaringan atau pertumbuhan uterus yang abnormal pada pemeriksaan
prenatal. (Rayburn, William. 2001:347)
Komplikasi potensial meliputi
perdarahan (eksternal dan internal), hiperemesis gravidarum (14-30% pasien ),
pre eklamsia (12-20% pasien), tirotoksikosis (2-10% pasien), torsi atau ruptur
suatu kista teka-luteim, koagulasi intra vaskuler diseminata, dan invasi
trofoblastik atau embiolisasi. Acute respiratory distress yang disertai
takipnea (pernafasan yang sangat cepat), hipoksemia (penurunan tekanan parsial
dalam darah) dan takikardia (denyut jantung yang terlalu cepat) dapat
berkembang sebelum, sewaktu atau setelah evakuasi. (Taber, Ben-zion. 1994: 280)
Perdarahan pada kehamilan
muda yang disertai dengan gejala mirip preeklamsi.
Risiko tinggi untuk terjadi keganasan (koriokarsinoma). (Prawiroharjo,
Sarwono. 2008:156)
H. PENANGANAN
Therapi Molahidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu :
1. Perbaikan keadaan umum
Pemberian tranfusi darah untuk memperbaiki syok atau anemia dan
menghilangkan atau mengulangi penyulit seperti pereklamsia dan tirotoksikosa.
2. Pengeluaran jaringan mola
Ada 2 cara yaitu :
a. Vakum kuretase
Setelah keadaan diperbaiki
dilakukan vakum kuretase tanpa pembiusan. Untuk memperbaiki kontraksi diberikan
pola uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan dengan sendok kuret biasa yang
tumpul. Tindakan kuret cukup dilakukan satu kali saja, asal bersih. Kuret kedua
hanya dilakukan bila ada indikasi. Sebelum tindakan kuret sebaiknya disediakan
darah untuk menjaga kemungkinan perdarahan yang banyak.
b. Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada
wanita yang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan
histerektomi ialah karena umur tua dan paritas tinggi merupakan faktor
predisposisi untuk terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai ialah umur 35
tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila
dilakukan pemeriksaan histopatologik sudah tanpa adanya tanda-tanda keganasan
berupa mola invasif. Ada beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan
melalui histerektomi tetapi cara ini tidak begitu populer dan sudah
ditinggalkan.
3. Therapi Prifilaksis Dengan Sitostatika
Therapi profilaksis
diberikan pada kasus mola dengan risiko tinggi akan terjadinya keganasan
misalnya umur tua dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi
atau kasus mola dengan hasil histopatologi yang mencurigakan. Biasanya
diberikan methotrexate atau actinomycin D. Ada beberapa ahli yang tidak
menyetujui therapi profilaksis ini dengan alasan bahwa jumlah kasus mola yang
menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika merupakan obat berbahaya. Goldstein
berpendapat bahwa pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan
keganasan dengan metastasis, serta mengurangi koriokarsinoma di uterus sebanyak
tiga kali.
4. Pemerikasaan Tindak Lanjut
Hal ini perlu
dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah molahidatidosa. Lama
pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun. Untuk tidak mengacaukan
pemeriksaan selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu dengan
menggunakan kondom, diafragma atau pil antihamil. Mengenai pemberian pil
antihamil ini ada dua pendapat yang saling bertentangan. Satu pihak mengatakan
bahwa pil kombinasi, disamping dapat menghindarkan kehamilan juga dapat menahan
LH dari hipofisis sehingga tidak terjadi reaksi silang dengan HCG.
Di Negara berkembang
pemeriksaan tindak lanjut ini sukar dilakukan oleh karena jarang yang mau
datang untuk kontrol. Disamping itu pemeriksaan HCG dengan RIA mahal. Dengan
demikian diagnosis dini keganasan sukar ditegakkan. (Prawiroharjo, Sarwono.
2005: 346-348)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar