Senin, 31 Oktober 2011

MOLAHIDATIDOSA






MOLA HIDATIDOSA

A.  DEFINISI
      Yang dimaksud mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan hidropik. (Prawirohardjo, Sarwono. 2005:342)
Mola hidatidosa adalah jonjot- jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh berganda berupa gelembung- gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan.(Mochtar,Rustam. 1998:238)
Mola hidatidosa adalah suatu keadaan patologik dari korion yang ditandai dengan :
  • degenerasi kistik dari vili, disertai dengan pembengkakan hidropik
  • avaskularitas, atau tidak adanya pembuluh darah janin
  • proliferasi jaringan trofoblastik
      Insiden kehamilan mola di amerika serikat hampir mendekati 1 dalam 1500 sampai 1 dalam 2000 kehamilan.
      Neoplasia trofoblastik gestasional (GTN) adalah suatu spektrum penyakit yang meliputi mola hidatidosa, mola invasif dan koriokarsinoma (Taber, Benzoir. 1994:278)
      Mola hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri- ciri stroma vilus korialis langka vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi vilus- vilus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh menerus; gambaran yang diberikan ialah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblas pada vilus kadang- kadang berproliforasi ringan kadang- kadang keras, dan mengeluarkan hormon yaitu human chorionic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa. (Prawirohardjo, Sarwono. 2008:262)

B.   PATOFISIOLOGI
     Mola hidatidosa yang juga sering disebut dengan kehamilan mola (hamil anggur). Mola hidatidosa merupakan kehamilan yang secara genetik tidak normal (abnormal). Berdasarkan hasil pemeriksaan histologi, mola hidatidosa ditandai oleh kelainan pada vili korialis, yang terdiri dari poliferasi tromboblastik dengan derajat yang bervariasi oedema stroma virus. Mola biasanya menempati kavum uteri, tetapi kadang-kadang tumor ini ditemukan dalam tuba falopi dan bahkan dalam ovarium.   (Cuningham, 1995:636)

C.   ETIOLOGI
      Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor-faktor yang dapat menyebabkannya antara lain :
  • faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan
  • imunoselektif dari trofoblast
  • keadaan sosio-ekonomi yang rendah
  • paritas tinggi
  • kekurangan protein
  • infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas (Mochtar, Rustam. 1998:239)

D.   KLASIFIKASI
Klasifikasi mola hidatidosa antara lain :
1.  mola hidatidosa komplet (klasik)
2.  mola hidatidosa inkomplet (parsial)
Karakteristik mola hidatidosa bentuk komplet dan parsial
gambaran
Mola inkomplet (parsial)
Mola komplet (klasik)
Jaringan embrio atau janin
ada
Tidak ada
Pembengkakan hidatidosa pada villi
fokal
difus
Hiperplasia trofoblastik
fokal
difus
Inklusi stroma
ada
Tidak ada
Lekukan vilosa
ada
Tidak ada
kariotipe
Paternal dan maternal 69,XXY atau 69,XYY
Paternal 46, XX (96%)
46, XY (4%)
Neoplasia trofoblastik
-5% (koriokarsinoma jarang)
-20,00%

1.  Mola hidatidosa komplet (klasik)
            Gelembung-gelembung atau vesikula ini bervariasi ukurannya mulai dari yang mudah terlihat sampai beberapa cm, dan tergantung dalam beberapa kelompok dari tangkai yang tipis. Massa tersebut dapat tumbuh cukup besar sehingga memenuhi uterus, yang besarnya bisa mencapai ukuran uterus kehamilan normal laju.
            




             Berbagai penelitian sitogenetik terhadap kehamilan mola komplet, menemukan komposisi kromosom yang paling sering (tidak terlalu) 46,XX, dengan kromosom sepenuhnya berasal dari ayah. Fenomena ini disebut sebagai androgenesis. Yang khas, ovum dibuahi oleh sperma haploid yang kemudian mengadakan duplikasi kromosomnya sendiri setelah miosis. Kromosom ovum bisa tidak terlihat atau tidak aktif. Tetapi, semua mola hidatidosa komplet tidak begitu khas dan kadang-kadang pola kromosom pada mola komplet bisa, 46,XY. Dalam keadaan ini, dua sperma membuahi satu ovum yang tidak mengandung kromosom. Variasi lainnya juga pernah dikemukakan misalnya 45,X. Jadi, mola hidatidosa yang secara morfologi komplet dapat terjadi akibat berbagai pola kromosom. (Cunningham, F. Garry. 1995:637)

2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial)
             Kalau perubahan hidatidosa bersifat fokal serta belum begitu jauh dan masih terdapat janin atau sedikitnya kantong amnion, keadaan ini digolongkan sebagai mola hidatidosa parsial. Hiperplasia trofoblastik yang terjadi, lebih bersifat fokal daripada generalisata. Koriotipe secara khas berupa triploid, yang bisa 69,XXY atau 69,XYY, dengan satu komplemen haploid paternal. Janin secara khas menunjukkan stigmata triploidi yang mencakup malformasi kongenital multiple dan retardasi pertumbuhan.
(Cunningham, F. Garry. 1995:637)

E.   TANDA DAN GEJALA
      Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan biasa yaitu enek, muntah, pusing dan lain-lain, hanya saja derajat keluhannya sering lebih hebat. Selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar dari umur kehamilan.
      Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan inilah yang menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi antara bulan pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12 - 14 minggu. Sifat perdarahan bisa intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian karena perdarahan ini maka umumnya pasien mola hidatidosa masuk ke dalam anemia. Seperti juga pada kehamilan biasa mola hidatidosa bisa disertai dengan preeklamsia (eklamsia), hanya perbedaannya ialah bahwa preeklamsia pada mola terjadinya lebih muda daripada kehamilan biasa. (Prawirohardjo, Sarwono. 2005:344)
      Pasien biasanya menyadari adanya kehamilan,  gejala yang khas meliputi aminore 2 periode atau lebih, pembesaran abdomen, dan pada kira-kira 14 - 30% pasien menderita nausea dan vomitus yang berat. Pergerakan janin tidak ada. Kehamilan mola biasanya terdiagnosis antara kehamilan minggu ke 11 sampai ke 20. (Taber, Ben-zion. 1994:279)

Tanda dan Gejala :
1.  mual dan muntah yang menetap, seringkali menjadi parah
2. perdarahan uterus yang terlihat pada minggu ke 12; bercak darah atau perdarahan             hebat mungkin terjadi, tetapi biasanya hanya berupa rabas bercampur darah, cenderung berwarna merah daripada berwarna coklat, yang terjadi secara intermiten atau terus meneruskan
3.   ukuran uterus besar untuk usia kehamilan (terjadi kurang lebih pada sepertiga kasus)
4.  sesak nafas
5.  ovarium biasanya nyeri tekan dan membesar (theca lutein cysts)
6.   tidak ada denyut jantung janin
7.  tidak ada aktifitas janin
8.  pada palpasi tidak ditemukan bagian-bagian janin
9.  hipertensi akibat kehamilan, preeklamsia atau eklamsia sebelum usia kehamilan 24 minggu
(Varney, Helen. 2006:607)

F.   DIAGNOSA BANDING
      Diagnosa bandingnya meliputi abortus iminens, abortus yang gagal (miss abortion), kematian janin trimester pertengahan, kehamilan ganda, tanggal menstruasi yang salah, uterus hamil yang diperbesar oleh leiomioma dan hidramnion. (Taber, Ben-zion. 1994:279)










G.   KOMPLIKASI
                  Mola hidatidosa menyebabkan perdarahan pervaginam, keluarnya jaringan atau pertumbuhan uterus yang abnormal pada pemeriksaan prenatal. (Rayburn, William. 2001:347)
      Komplikasi potensial meliputi perdarahan (eksternal dan internal), hiperemesis gravidarum (14-30% pasien ), pre eklamsia (12-20% pasien), tirotoksikosis (2-10% pasien), torsi atau ruptur suatu kista teka-luteim, koagulasi intra vaskuler diseminata, dan invasi trofoblastik atau embiolisasi. Acute respiratory distress yang disertai takipnea (pernafasan yang sangat cepat), hipoksemia (penurunan tekanan parsial dalam darah) dan takikardia (denyut jantung yang terlalu cepat) dapat berkembang sebelum, sewaktu atau setelah evakuasi. (Taber, Ben-zion. 1994: 280)
      Perdarahan pada kehamilan muda yang disertai dengan gejala mirip preeklamsi.
Risiko tinggi untuk terjadi keganasan (koriokarsinoma). (Prawiroharjo, Sarwono. 2008:156)

H.   PENANGANAN
Therapi Molahidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu :
1. Perbaikan keadaan umum
Pemberian tranfusi darah untuk memperbaiki syok atau anemia dan menghilangkan atau mengulangi penyulit seperti pereklamsia dan tirotoksikosa.
2. Pengeluaran jaringan mola
Ada 2 cara yaitu :
a. Vakum kuretase
         Setelah keadaan diperbaiki dilakukan vakum kuretase tanpa pembiusan. Untuk memperbaiki kontraksi diberikan pola uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan dengan sendok kuret biasa yang tumpul. Tindakan kuret cukup dilakukan satu kali saja, asal bersih. Kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi. Sebelum tindakan kuret sebaiknya disediakan darah untuk menjaga kemungkinan perdarahan yang banyak.







b. Histerektomi
        Tindakan ini dilakukan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan paritas tinggi merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologik sudah tanpa adanya tanda-tanda keganasan berupa mola invasif. Ada beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan melalui histerektomi tetapi cara ini tidak begitu populer dan sudah ditinggalkan.

3. Therapi Prifilaksis Dengan Sitostatika
             Therapi profilaksis diberikan pada kasus mola dengan risiko tinggi akan terjadinya keganasan misalnya umur tua dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi atau kasus mola dengan hasil histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan methotrexate atau actinomycin D. Ada beberapa ahli yang tidak menyetujui therapi profilaksis ini dengan alasan bahwa jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika merupakan obat berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan dengan metastasis, serta mengurangi koriokarsinoma di uterus sebanyak tiga kali.

4. Pemerikasaan Tindak Lanjut
             Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah molahidatidosa. Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun. Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu dengan menggunakan kondom, diafragma atau pil antihamil. Mengenai pemberian pil antihamil ini ada dua pendapat yang saling bertentangan. Satu pihak mengatakan bahwa pil kombinasi, disamping dapat menghindarkan kehamilan juga dapat menahan LH dari hipofisis sehingga tidak terjadi reaksi silang dengan HCG.
            Di Negara berkembang pemeriksaan tindak lanjut ini sukar dilakukan oleh karena jarang yang mau datang untuk kontrol. Disamping itu pemeriksaan HCG dengan RIA mahal. Dengan demikian diagnosis dini keganasan sukar ditegakkan. (Prawiroharjo, Sarwono. 2005: 346-348)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar