MAKALAH
RENCANA ASUHAN POLA ELIMINASI
BUANG AIR KECIL PADA BAYI
Dosen
Pembimbing :
Disusun
Oleh :
-----------------------------------------
SEKOLAH
TINGGI LMU KESEHATAN KARYA HUSADA
PRODI
DIII KEBIDANAN
SEMARANG
2011
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa karena atas berkah dan RahmatNya penulis mampu menyelesaikan
makalah yang berjudul “Rencana Asuhan Buang Air Kecil Bayi Baru Lahir Umur 2-6
Hari” tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada
Ibu Siti Nur Umariyah F. S.SiT selaku dosen pengampu mata kuliah Asuhan
Kebidanan Neonatus,Bayi, dan Balita, Prodi DIII Kebidanan, Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Karya Husada Semarang dan teman-teman yang telah memberikan waktu dan
dukungannya kepada penulis sehingga makalah ini dapat disusun dengan baik.
Penulis menyadari
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharap
kritik dan sarannya yang bersifat membangun untuk perbaikan makalah
selanjutnya.
Semarang,
September 2011
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Eliminasi
merupakan proses pembuangan. Pemenuhan kebutuhan eliminasi terdiri dari
kebutuhan kebutuhan eliminasi uri (berkemih). Usia bukan hanya
berpengaruh pada eliminasi urine saja, tetapi juga berpengaruh terhadap kontrol
eliminasi itu sendiri. Anak-anak masih belum mampu untuk mengontrol buang air
besar maupun buang air kecil karena sistem neuromuskulernya belum berkembang
dengan baik. (DR Nursalam, 2006)
Setelah
kelahiran, tahan vascular dalm pembuluh darah ginjal berkurang dan aliran darah
meningkat, tetapi fungsi normal mungkin belum terjadi sampai 24jam setelah
kelahiran. Pengeluaran urine biasanya terbatas dan berkemih sedikit sampai
masukan air adekuat. Selama 2 hari pertama kehidupan, bayi baru lahir biasanya
berkemih 6 sampai 10 kali sehari, dengan pengeluaran 15-ml/kg/ 24 jam.
(Doenges, Marylinn E, 2001)
B.
Tujuan
Penulisan Makalah
1.
Tujuan Umum
Mengetahui
pentingnya sistem perkemihan serta gangguan yang akan menyertai.
2.
Tujuan Khusus
a. Mengetahui
sitem perkemihan
b. Mengetahui
pola eliminasi buang air kecil yang normal pada bayi
c. Mengetahui
gangguan yang menyertai system perkemihan
d. Mengetahui
penatalaksaan gangguan yang menyertai sistem perkemihan
C.
Manfaat
Penulisan Makalah
Dalam
penulisan makalah penulis dapat bermanfaat bagi :
1.
Pendidikan
Sebagai
referensi di bidang kebidanan khusunya pengetahuan tentang pola eliminasi dan
sistem perkemihan serta gangguan yang menyertai
2.
Penulis
Penulisan
makalah dapat menambah pengetahuan tentang pola eliminasi buang air kecil
3.
Masyarakat
Menambah
pengetahuan bagi masyarakat sebagai masukan yang harus mengetahui tentang
gejala yang mengganggu sistem perkemihan serta penangannya
4.
Petugas Kesehatan
Dengan
ditulisnya makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi tenaga
kesehatan tentang pola eliminasi buang air kecil
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Anatomi
Sistem Perkemihan
B.
Bagian
Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan terdiri dari :
1. Ginjal
2. Ureter
3. Kandung
kemih
4. Uretra
Ginjal
mengeluarkan secret urine; ureter mengeluarkan urine dari ginjal ke kandung
kemih; kandung kemih bekerja sebagai penampung urine; dan uretra mengeluarkan
urine dari kandung kemih.
Ginjal
Ginjal
terletak pada dinding posterior abdomen, terutama didaerah lumbal disebelah
kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal, belakang peritoneum.
Ketinggian
ginjal dapat diperkirakan dari belakang, mulai dari ketinggian vertebra
terokalis ampai vertebra lumbalid ketiga.Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari
kiri karena letak hati yang menduduki ruang lebih banyak disebelah kanan.
Tubuh
bayi baru lahir mengandung relative banyak air dan kadar natrium relative lebih
besar dari kalium karena ruangan ekstraseluler luas. Fungsi ginjal belum
sempurna karena jumlah nefron masih belum sebanyak orang dewasa, ketidakseimbangan luas
permukaan glomerulus dan volume tubulus proksimal, serta renal blood flow
relative kurang bila dibandingkan dengan orang dewasa.
Fungsi
Ginjal :
1. Sebagai
tempat mengatur air
2. Sebagai
tempat mengtur konsentrasi garam dalam darah
3. Sebagai
tempat mengatur keseimbangan asam basa darah
4. Sebagai
tempat ekskresi dan kelebihan garam
Ureter
Ureter
merupakan saluran retro peritoneum yang menghubungkan ginjal dengan kandung
kemih. Pada awalnya ureter berjalan melalui fasia gerota dan kemudian menyilang
muskulus psoas dan pembuluh darah iliaka komunis. Susunan saraf otonom pada
dinding ureter memberikan aktifitas peristaltic, dimana kontraksi berirama
pemacu proksimal yang mengendalikan transport halus dan efisien bagi urine dari
pelvis renalis ke kandung kemih.
Kandung
Kemih
Kandung
kemih atau vesika urinaria berfungsi sebagai penampung urine. Organ ini
berbentuk seperti buah per atau kendi. Kandung kemih terletak di dalam panggul
besar, di depan isi lainnya dan di belakang simpisis pubis. Pada bayi letaknya
lebih tinggi. Bagian terbawah adalah basis sedangkan bagian atas adalah fundus.
Uretra
Uretra
adalah sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung kemih ke lubang luar,
dilapisi oleh membrane mukosa yang bersambung dengan membrane yang melapisi
kandung kemih.
1. Buang
air kecil yang normal pada bayi usia 2-6 hari
Bayi
baru lahir harus sudah buang air kecil dalam waktu 24 jam setelah lahir,
selanjutnya buang air kecil sebanyak 6-8 x/hari. Pada awalnya volume urine bayi
sebanyak 20-30 ml/hr meningkat 100-200 ml/hr pada akhir minggu pertama.
Warna
urine keruh/ merah muda dan berangsur-angsur jernih karena intake cairan
meningkat. Kemudian mempunyai bau yang khas, memiliki reaksi sedikit asam
dengan Ph rata-rata 6 dan berat jenis berkisar antara 1010-1025.
Pantau
masukan dan haluaran cairan. Perhatikan warna dan konsentrasi urin dan adanya
Kristal berwarna persik pada popok, karena urin berdarah
biasanya menunjukkan pseudo menstruasi pada bayi perempuan atau masalah yang
berhubungan dengan sirkumsisi pada bayi laki- laki, tetapi dapat juga
menandakan cedera ginjal, kemungkinan dihubungkan dengan asfiksia kelahiran,
trombosit vena ginjal dan infeksi.
2. Gangguan-gangguan
yang kemungkinan akan muncul pada system perkemihan pada bayi :
a. Hipospadia
Karena
hipospadia melibatkan kelainan pembentukan kulit pada daerah ini, hal ini akan
menyebabkan ereksi yang abnormal (disebut chordees) dan masalah seks pada masa
dewasa. Meatus akan mengarahkan kandungan kemih kebawah, dan pada kasus yang
sangat jarang mungkin terdapat beberapa tahanan saat berkemih. Namun, salah
satu dari banyak alasan untuk memperbaiki yang berat adalah mencegah komplikasi
psikologi yang dapat muncul cukup dini pada masa kanak-kanak ketika teman main
anak melihat penampilan penis yang abnormal tersebut.
Pengobatan
Setelah
mendeteksi hipospadia pada anak anda yang baru lahir, dokter anak mungkin akan
menyarankan agar penyunatan ditunda sampai setelah berkonsultasi dengan ahli
urologi. Hal ini karena penyunatan membuat perbaikan bedah menjadi lebih sulit.
Hipospadia
ringan tidak memerlukan pengobatan, tetapi bentuk sedang atau berat memerlukan perbaikan
bedah. Operasi ini dapat dilakukan sedini mungkin setelah usia 6 bulan atau
selambatnya pada usia 18 bulan, tetapi biasanya dianjurkan sekitar ulang tahun
pertama anak. Seringkali pembedahan ini dapat dilakukan pada pasien rawat jalan.
Pada beberapa kasus yang berat diperlukan lebih dari satu operasi untuk
memperbaiki defek secara tuntas. Setelah pembedahan anak anda akan memiliki
fungsi seks dan kemih yang normal, dan penis yang kelihatannya hampir normal.
b. Katup
Uretra
Air
kemih meninggalkan kandung kemih melalui saluran yang disebut uretra, yang pada
anak laki-laki melalui penis. Selama awal masa perkembangan bayi, terdapat
katup kecil dibagian awal dalam uretra yang menghalangi keluarnya air kemih.
Kemudian secara normal akan menghilang sebelum anak lahir sehingga air seni
dapt mengalir secara bebas keluar dari penis. Namun pada bebrapa anak lelaki ,
katup tersebut tetap ada setelah lahir, dan akan menyebabkan maslah yang serius
dengan mengganggu aliran dari air kemih.
Katup in disebut ‘’katup uretra posterior’’. Sering katup-katup ini terdeteksi
dengan ultrasonik selama kehamilan, tetapi beberapa kali tidak ditemukan sampai
masa kelahiran, pada saat ditemukan bahwa kandung kemih bayi tersebut meregang
dan membesar. Tanda peringatan lain meliputi aliran air kemih yang menets terus
menerus dari lemahnya aliran saat berkemih. Jika anda melihat gejala ini
beritahukan pada tenaga kesehatan dengan segera.
Katup
posterior uretra memerlukan perhatian medis dengan segera untuk mencegah
infeksi saluran kemih yang serius atau kerusan ginjal. Jika sumbatan tersebut
berat, air kemih dapat kembali melalui ureter (saluran antara kandung kemih
dengan ginjal), menyebabkan tekanan yang dapat merusak ginjal.
Pengobatan
Jika
seorang anak mengalami sumbatan air kemih karena katup uretra posterior, maka
tenaga medis akan memasukkan selang kecil melalui penis kedalam kandung kemih
untuk mengurangi sumbatan secara sementara. Kemudian pemeriksaan sinar x dari
kandung kemih dan ginjal akan dilakukan untuk memepertegas diagnosis dan
melihat apakah ada kerusakan pada saluran kemih pada bagian atas. Seorang ahli
urologi kemudian akan melakukan pembedahan untuk mengangkat katup yang menyebabkan
penyumbatan tersebut.
c.
Fimosis
Fimosis adalah penyempitan pada prepusium. Kelainan ini juga menyebabkan bayi atau anak sukar
berkemih. Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit prepusium menggelembung
seperti balon. Bayi atau anak sering menangis keras sebelum urine keluar. Keadaan demikian
lebih baik disunat, tetapi kadang orang tua tidak tega karena bayi masih kecil.
Untuk menolongnya dapat dicoba dengan melebarkan lobang prepusium dengan cara mendorong kebelakang kulit prepusium tersebut dan
biasanya akan terjadi luka. Untuk mencegah infeksi dan agar luka tidak merapat
lagi pada luka tersebut dioleskan salep antibiotik. Tindakan
ini mula-mula dilakukan oleh dokter. Selanjutnya dirumah sendiri orang tua
diminta melakukannya seperti yang dilakukan oleh dokter . Adanya spegma pada
ujung prepusium juga menyulitkan bayi berkemih maka setiap memandikan bayi
hendaknya prepusium didorong kebelakang kemudian ujungnya dibersihkan dengan
kapas yang telah dijerang dengan air matang.
Catatan :
Untuk mengetahui adanya kelainan saluran kemih pada
bayi, tiap bayi baru lahir harus diperhatikan apakah bayi telah berkemih
setelah lahir atau paling lambat 24 jam setelah lahir. Perhatikan apakah urine
banyak atau sedikit sekali. Bila terdapat gangguan ekskresi bayi akan terlihat
sembab pada mukanya. Atau bila kelainan lain misalnya kista akan terlihat perut
bayi lebih besar dari normal. Jika menjumpai kelainan tersebut beritahu tenaga
kesehatan setempat. Sampai bayi umur 3 hari pengeluaran urine tidak terpengaruh
oleh pemberian cairan. Baru setelah berumur 5 hari bisa terpengaruh.
d. Buah
zakar tidak turun pada tempatnya (kriptorkismus)
Selama masa kehamilan, buah zakar berkembang
dalam perut bayi laki-laki. Menjelang dilahirkan, buah zakar tersebut turun
melalui suatu saluran (kanalis inguinalis) ke dalam kantung buah zakar
(skrotum). Pada sejumlah kecil anak laki-laki, khususnya yang lahir prematur,
satu ataupun kedua buah zakar akan gagal turun pada saat dia dilahirkan. Pada
banyak anak laki-laki ini, penurunan akan terjadi saat sembilan bulan pertama
kehidupan. Namun pada beberapa anak hal ini tidak akan terjadi.
Penyebab dari tidak turunnya buah
zakar tidak dapat dijelaskan pada kebanyakan kasus. Aka tetapi pada beberapa
anak laki-laki faktor berikut in adalah memiliki peranan :
-
Tidak terdapat cukup hormon tertentu
dari ibu dan buah zakar yang sedang berkembang untuk merangsang kematangan
normal
-
Buah zakar itu sendiri tidak normal
dalam merespons hormon-hormon ini.
-
Mungkin ada hambatan fisik yang mencegah
penurunan.
Pada beberapa kasus terdapat suatu
hubungan dengan sediaaan hormon yang diminum ibunya saat kehamilan (yang
merupakan suatu alasan mengapa wanita hamil disarankan untuk menghindari
obat-obatan semacam itu)
Jika anak anda mengalami kegagalan
penurunan buah zakar, maka skrotumnya akan kecil dan terlihat tidak berkembang.
Jika hanya satu buah zakar tidak turun, skrotum akan terlihat asimetris (penuh
pada satu sisi, kosong pada satu yang lain). Jika buah zakar kadang-kadang
muncul dalam skrotum dan pada lain waktu (seperti saat pilek) tidak muncul,
serta berada diatas skrotum, keadaan ini disebut retraktil. Keadaan ini
bisa terkoreksi sendiri saat anak tersebut menjadi dewasa.
Buah zakar yang tidak turun dapat
terpuntir, dan dalam proses ini, alairan darahnya akan terhambat, menyebabkan
nyeri pada daerah inguinal atau daerah skrotum. Jika keadaan ini tidak diperbaiki , buah zakar tersebut
dapat mengalami kerusakan yang menetap dan berat. Jadi jika anak laki-laki anda
mengalami buah zakar yang tidak turun dan keluhan nyeri pada daerah
selangkangan atau daerah skrotum, hubungi tenaga kesehatan segera.
Pengobatan
Buah zakar yang tidak turun dapat
diobati dengan suntikan hormon dan/ atau pembedahan. Makin bawah letak buah
zakar, makin besar kemungkinan suntikan hormon akan berhasil. Biasanya, tetapi
tidak selalu, pengobatan dengan sediaaan hormon dicoba terlebih dulu, jika
gagal, pendekatan dengan pembedahan dilakukan. Kadang-kadang suatu hernia
muncul dan dapat diperbaiki pada saat yang sama.
Jika kegagalan penurunan buah zakar
anak laki-laki anda dibiarkan menetap pada posisi tersebut selama lebih dari
dua tahun, anak akan mempunyai risiko yang lebih besar untuk terkena tumor buah
zakar (testis). Pada masa dewasa, khususnya jika buah zakarnya tertinggal dalam
keadaan yang abnormal. Untungnya, dengan penangan yang dini dan besar seluruh
komplikasi ini biasanya dapat dihindari.
e. Infeksi
Saluran Kemih
Pada neonatus sampai umur 3 bulan
ISK lebih banyak ditemukan bayi laki-laki.Pada umur 3 bulan sampai 1 tahun
insiden pada bayi laki-laki sama dengan bayi perempuan. Tetapi setelah usia
sekolah jumlah pasien perempuan 3-4 kali lebih banyak dari pada pasien
laki-laki. Diduga faktor uretra yang lebih pendek pada perempuan berperan dalam
hal tersebut. Insiden bakteriuria yang asimptomatik pada usia sekolah
dilaporkan sebesar 0,03% pada laki-laki dan 1,1% pada anak perempuan.
Penyelidikan dibagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM pada anak yang dirawat dengan penyakit ginjal
lain, insiden bakeriuria simtomatis ditemukan sebesar 31,1%. Pada neonatus
dengan resiko tinggi infeksi didapatkan insiden sebesar 1,1%.
Penanganan dan pengobatan infeksi
traktus urinarius ini perlu diketahui apakah infeksi dibagian atas
(ureter,pielum dan ginjal) /pada bagian bawah (kandung kemih dan uretra). ISK
bagian atas dianggap lebih berat karena dapat mengakibatkan kerusakan ginjal.
Untuk menentukan apakah ISK bagian atas atau bawah pada anak terutama bayi
tidak mudah . Dengan melakukan biakan urine yang diambil melalui kateter
sebenarnya dapat membantu menentukan apakah infeksi terdapat pada bagian atas.
Tetapi ini jarang dilakukan karena bersifat traumatis . Pemeriksaan fisisk
dengan adanya gejala demam,sakit pinggang,serta terdapatnya silinder dan
leukosit dalam urine, laju endap darah yang meninggi dan peninggian kadar
protein C-reaktif.
Penurunan fungsi
ginjal,hipertensi,azotemia dan terdapatnya parut ginjal pada pemeriksaan
radiologik pada ISK bagian atas. ISK bagian bawah biasanya lebih ringan
;umumnya tanpa demam hanya ditandai dengan gejala lokal seperti disuria,polakisuria
atau bila kencing mengejan. Pada pemeriksaan sedimen urine sering ditemukan
leukosit yang berkelompok.
Patogenenesis
Terjadinya ISK pada anak dapat melalui
beberapa cara. Pada bayi terutama neonatus biasanya bersifat hematogen sebagai
akibat terjadinya sepsis. Pada anak besar infeksi biasnya berasal dari daerah
perineum yang kemudian menjalar secara asendens sampai ke kandung kemih, ureter
atau ke parenkim ginjal.Adanya kelainan congenital traktus urinarius terutama
yang bersifat obstruktif dan refluks merupakan faktor predisposisi timbulnya
ISK.Faktor predisposisi lainnya iyalah batu saluran kemih, pemasangan kateter
kandung kemih, statis urine karena obstipasi, tumor,dan sebagainya.
Pengobatan
Pengobatan
umum.
Obati demam, muntah, dehidrasi,dan lain-lain. Disamping itu anak dianjuurkan
banyak minum air putih dan agak menahan seringnya kencing. Pengobatan
simtomatik terhadap keluhan sakit kencing dapat diberikan fenazopiridin
(Pyridium) 7-10 mg/kg BB/hari. Di samping itu perlu juga mencari dan mengurangi
atau mmenghilangkan faktor predisposisi seperti obstipasi, elergi, infestasi
cacing dan memperhatikan kebersihan
perineum meskipun usaha-usaha ini kadang-kadang tidak selalu berhasil.
Pengobatan
khusus. Penanggulangan ISK ditujukan terhdap 3 hal, yaitu
pengobatan terhadap infeksi; pengobatan dan pencegahan infeksi berulang; dan
mendeteksi dan melakukan koreksi bedah terhadap kelainan anatomis, kongenital
maupun yang didapat pada traktus urinarius.
Pengobatan
infeksi akut. Pengobatan yang segera dan adekuat pada
fase akut dapat mencegah atau mengurangi kemungkinan timbulnya pielonefritis
kronik. Pada keadaan berat atau panas tinggi dan keadaan umum yang lemah,
pengobatan segera dilakukan tanpa menunggu hasil biakan urine dan uji
resistensi kuman. Pada infeksi akut yang simpleks (yang tidak ada komplikasi)
diberikan antibiotik atau kemoterapi. Obat yang sering diberikan ialah
ampisilin,kotrimoksazol,sulfisokzasol,asm nalidiksat dan sebagainya.Pengobatan
diberikan selama 7 hari.
Pengobatan
dan pencegahan infeksi berulang. Dalam pengamatan
selanjutnya 30-50% pasien akan mengalami infeksi berulang dan sekitar 50%
diantaranya tanpa gejala.Oleh karenanya perlu dilakukan biakan pada minggu
pertama setelah selesai pengobatan fase akut,kemudian 1 bulan, 3 bulan dan
seterusnya setiap 3 bulan selama 2 tahun.Setiap infeksi berulang harus diobati
seperti pengobatan fase akut. Bila relaps atau reinfeksi terjadi lebih dari 2
kali,maka pengobatan dilanjutkan dengan pengobatan profilaksis, dengan
obat-obat anti-sepsis urine seperti nitrofurantion, kotrimoksazol, atau
obat-obat lainnya. Pada umumnya diberikan seperempat dosis normal, satu kali
sehari pada malam hari selama 3 bulan.
Bila infeksi traktus urinarius
disertai dengan kelainan anatomis disebut ISK kompleks, maka hasil pengobatan
biasanya kurang memuaskan. Pemberian obat disesuaikan dengan hasil uji
resistensi dan dilakukan dengan terapi profilaksis selama 6 bulan dan bila
perlu sampai 2 tahun.
Koreksi
bedah. Bila pada pemeriksaan radiologis ditemukan
obstruksi, mka perlu dilakukan koreksi bedah . Penanganan terhadap refluks
tergantung dari derajat stadiumnya.Refluks stasium I sampai III biasanya akan
menghilang dengan pengobatan terhadap infeksi. Pada stadium IV perlu dilakukan
koreksi bedah dengan reinplantasi ureter pada kandung kemih. Bila perlu
dilakukan nefrektomi pada keadaan yang sudah tidak dapat ditangani dengan cara
lain (misalnya pielonefrotik atrofik kronik).
Penatalaksanaan
Masalah pasien yang perlu
diperhatikan pada pasien adalah gangguan rasa aman dan nyaman, resiko terjadi kompikasi,
kebersihan genetalia pada bayi/anak kecil kurang.
Gangguan
rasa aman dan nyaman.Gangguan rasa aman dan nyaman pada
pasien dengan ISK disebabkan oleh demam,pusing,sering berkemih atau sakit jika
berkemih. Pada bayi sering disertai muntah atau berak-berak, tidak mau minum. Untuk
mengurangi gangguan tersebut pasien perlu istirahat di tempat tidur selama
demam,dan yang paling penting adalah minum obat secara benar. Obat antibiotic
harus diminum sampai habis dan jika obat habis bersamaan dengan baru turun suhunya,
supaya dibawa kedokter kembali. Biasanya dokter memberikan obat/antibiotic
selama 7 hari kemudian untuk mengecek apakah infeksi telah sembuh perlu
dilakukan biakan urine lagi (biakan pertama dilakukan pada permulaan
pengobatan). Disamping istirahat pasien harus banyak minum (berikan air putih
saja), boleh juga diberi sari buah tetapi jangan minuman yang mengandung bahan
pengawet.catat jumlah cairan uang diminum anak dan pada waktu konsultasi
dibawa. Selama demam anak diberikan makanan lunak.
Resiko
terjadi komplikasi. Infeksi traktus urinarius walaupun
ringan,seperti pada saluran kemih bagian bawah,jika tidak diobati secara
adekoat dapat menjalar kesaluran kemih yang lebih atas,kepielum atau ke ginjal.
Jika terjadi infeksi berulang-ulang menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik
(GGK). Untuk pengobatan dan pencegahan komplikasi pasien dengan ISK selain
pemberian antibiotic selama 7 hari juga mempertimbangkan hasil biakan urine
berikutnya. Orang tua harus dipesankan agar selalu datang control pada waktu
yang telah ditentukan untuk pemeriksaan urine ulang. Walaupun telah sembuh pada
pengobatan pertama, infeksi ini dapat berulang. Oleh karena itu perlu
pengawasan dengan melakukan pemeriksaan biakan urine ulang setelah 1 bulan,3
bulan dan kemudian setiap 3 bulan sampai jangka waktu 2 tahun. Berikan
penjelasan pada orang tua atau pada pasiennya sendiri mengenai bahaya dari ISK
tersebut, yaitu jika tidak tuntas pengobatannya (karena sifat penyakit tersebut
dapat berulang sehingga kemungkinan tidak diketahui jika tidak teratur
kontrolnya) dapat berkembang ke GGK. Oleh karena itu agar pasien/orang tua
selalu memperhatikan pesan dokter yang mengobati.
Kurang
kebersihan genitalia pada bayi/ anak kecil. Sesuai dengan
patogenesis ISK bahwa infeksi terjadi sebagai penjlaran dari infeksi yang ada
di daerah perineum atau saluran pencernaan, maka kebersihan daerah genitalia
atau perineum perlu diperhatikan. Jika bayi buang air besar supaya dibersihkan
dengan air. Khusus pada bayi wanita bila membersihkan atau menceboki gunakan
kapas cebok (kapas yang telah dijerang dengan air matang) dengan cara
membersihkannya dari depan kebelakang dan kapas langsung dibuang. Jangan
menggunakan kapas bolak- balik; dengan cara ini kotoran dari anus dapat
dihindarkan masuk ke genitalia. Jika bayi akan dimandikan sebelumnya
dibersihkan dahulu genitalia atau anusnya dengan kapas cebok baru kemudian
dimandikan (untuk menghindarkan jika dalam feses ada basil coli yang dapat
menjadi penyebab ISK) .
Selain hal itu, cara membedaki
daerah genitalia yang biasanya sering ditaburkan saja bedaknya di mulut genitalia juga dapat
menyebabkan infeksi bila bedah tersebut kedalam uretra/vagina. Juga jika
menggunakan spons , karena spons biasanya dipakai untuk seluruh tubuh bayi dan
tidak jarang pada kulit bayi terdapat kelainan (seperti biang keringat atau
lainnya) yang dapat juga membawa infeksi. Jelaskan, bahwa yang perlu dibedaki
ialah di sekitar genitalia terutama pada lipat paha dan bokong.
ISK yang terjadi pada anak lebih
besar terutama anak perempuan (balita) dapat karena celananya kotor tidak
segera diganti atau bila anak berkemih tidak diceboki (biasanya anak kecil
sering duduk dimana saja atau anak yang lebih kecil pipis sambil duduk ditempat
mana saja sehingga infeksi dapat terjadi). Pada anak perempuan yang dibawa
berobat dan ditemukan adanya infeksi pada vaginanya selain diberi obat antibiotik
diberikan pula obat untuk cebok. Biasanya diberi PK Kristal yang harus
dilarutkal untuk cebok atau untuk merendam genitalianya jika kotor sekali
(berapa banyak PK yang diperlukan dapak diberitahu beberapa butir dengan 1-2
liter air sampai warnanya merah muda agak ungu.lama berendam 15-20 menit. Dapat
juga dengan betadin cair atau preparat lainnya.
ASUHAN
KEBIDANAN BAYI SEHAT
DI
KELURAHAN SAMBIROTO, KECAMATAN TEMBALANG
SEMARANG
I.
Pengkajian
Hari
/ Tanggal : Minggu , 31 Oktober 2011
Waktu : 17.00 WIB
Tempat : Dsn.
Kemuning, Kel. Sambiroto
A.
Data
Subyektif
1. Biodata
a. Biodata
Pasien
Nama bayi : By
Ny. Y
Umur : 3 hari
Alamat : Kemuning, Sambiroto
Tanggal Persalinan : 28
-10-2011 jam 00.03 WIB
Jenis Kelamin : Laki
- Laki
b. Biodata
Penanggungjawab
Nama Ayah : Tn
R.S
Umur : 26 thn
Suku bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : PNS
Alamat : Sambiroto Semarang
Nama Ibu : Ny Y
Umur : 28 tahun
Suku Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : IRT
Alamat : Sambiroto Semarang
2. Alasan
Datang
Ibu datang
memeriksakan keadaan bayinya
3. Keluhan
Utama
Tidak ada
4. Riwayat
Kesehatan
a. Riwayat
kesehatan terdahulu
1) Pasien
tidak pernah menderita penyakit menular seperti TBC, hepatitis, malaria, DM dll
2) Pasien
tidak pernah menderita penyakit menurun seperti jantung, DM, hipertensi, asma
dll
b. Riwayat
Kesehatan Sekarang
1) Pasien
tidak sedang menderita penyakit menular seperti TBC dan hepatitis
2) Pasien
tidak sedang menderita penyakit menurun seperti jantung, DM, hipertensi, asma
c. Riwayat
Kesehatan Keluarga
1) Dalam
keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit menular seperti TBC dan
hepatitis
2) Dalam
keluarga tidak ada yang menderita penyakit keturunan seperti jantung, DM,
hipertensi, asma
3) Dalam
keluarga tidak ada riwayat lahir kembar atau cacat
5. Riwayat
Kelahiran
a. Tanggal
Lahir : 30 Oktober 2011
b. Jenis
Kelamin : Laki-laki
c. BB
Lahir : 3000 gr
d. PB
Lahir : 51 cm
6. Riwayat
Imunisasi
a. BCG
usia : -
b. Hepatitis
B usia : 0
hari
c. Campak
usia : -
d. Polio
usia : 0 hari
e. DPT
usia : -
7. Riwayat
Perkembangan
a. Tengkurap : -
b. Merangkak
usia : -
c. Berjalan
usia : -
8. Pola
Pemenuhan Kebutuhan
a. Nutrisi : ASI setiap bayi menginginkan
b. Eliminasi : BAB
3x/hari, BAK 6x/hari
c. Aktifitas : Gerak
aktif
d. Istirahat : 20
jam/hari
e. Personal
Hygiene : Mandi 2x/hari
B.
Data
Obyektif
1. Pemeriksaan
Umum
a. KU : Baik
b. Antopometri :
BBL : 3000 gr
PBL : 51cm
LD : 32 cm
LK : 33 cm
LILA : 11
cm
c. TTV :
HR : 145 x/menit
RR : 22 x/menit
Suhu : 37 ºC
2. Kemampuan
Motorik Halus
-
3. Kemampuan
Motorik Kasar
-
4. Kemampuan
Bahasa dan Penggunaan
Menangis
5. Kemampuan
Bahasa dan Penggunaan
Kepala : bentuk simetris
Ubun-ubun : lunak, sutura terpisah
Mata : simetris, selera tidak ikterik,kornea mata
gelap
Hidung : simetris, bersih,tidak ada cairan yang keluar
Mulut : bibir tampak merah muda, lidah bersih, platum
durum dan platum mole menyatu
Telinga : simetris, tidak ada cairan yang keluar,
reflek moro positif
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,tidak
terlihat pelebaran
Dada : simetris
Abdomen : tidak ada pembesaran hepar
Genetalia : testis sudah turun
Anus : tidak ada atresiaani
Ekstremitas : simetris, terkoordinasi
dengan baik
Kulit : berwarna merah muda, bersih dan turgor kulit
baik
Tali pusat : tidak terjadi
pendarahan
6. Pemeriksa
Penunjang
Tidak dilakukan
II.
Interpretasi
Data
1. Diagnosa
: Bayi usia 3 hari sehat
Dasar :
a. Data
Subyektif
1) Ibu
menyatakan bahwa bayinya berusia 3 hari dan sehat
2) Ibu
menyatakan melahirkan tanggal 30 Oktober 2010
3) Ibu
menyatakan bayinya tidak rewel
b. Data
Obyektif
1) KU : Baik
2) Antopometri :
BBL : 3000 gr
PBL : 51cm
LD : 32 cm
LK : 33 cm
LILA : 11
cm
3) TTV :
HR : 145 x/menit
RR : 22 x/menit
Suhu : 37˚C
4) Pemeriksaan
fisik menunjukan semua dalam keadaan baik
2. Masalah
Kebidanan
Ibu kurang mengerti tentang buang air kecil yang
normal pada bayi.
III.
Identifikasi
Diagnosa Dan Masalah Potensial
Tidak Ditemukan
IV.
Identifikasi
Kebutuhan Tindakan Segera
Tidak Muncul
V.
Intervensi
1. Jelaskan
pada ibu tentang kondisi bayi
2. Perhatikan
suhu lingkungan sekitar bayi
3. Memberikan
pendidikan kesehatan pada ibu tentang
-
Kebersihan daerah genetalia/perineum
yang perlu diperhatikan. Jika bayi BAB maka harus segra dibersihkan menggunakan
air. Khusus pada bayi wanita bila membersihkan / menceboki gunakan kapas cebok
(kapas yang sudah dijerang dengann air matang) dengan cara membersihkan dari
depan ke belakang dan kapas langsung dibuang. Jangan menggunakan kapas bolak
balik.
-
Sebelum bayi dimandikan sebaiknya
bersihkan dahulu daerah genitalianya menggunakan kapas cebok.
-
Jelaskan pada ibu bahwa car membedaki
yang benar adalah pada lipatan daerah paha saja dan bokong, karena jika bagian
mulut genital diberi bedak maka dapat menyebabkan infeksi bila bedak tersebut
masuk kedalam urethra/vagina.
-
Segara ganti bila popok atau celana
sudah basah atau kotor.
-
Anjurkan ibu untuk segera memeriksakan
anak jika ada tanda-tanda yang membahayakan, misal anak terlalu rewel.
-
Pemantauan dan pertumbuhan serta
perkembangan selanjutnya agar bayi tetap sehat
-
Jelaskan pada ibu untuk tentang
pemberian intake nutrisi yang benar
4. Kaji
pola eliminasi buang air kecil pada bayi
VI.
Implementasi
Dilakukan pada tanggal 30 0ktober
2011 Jam 17.00 wib
1. Memberikan
informasi pada ibu tentang keadaan bayinya
yang sehat
2. Menganjurkan
ibu untuk selalu menjaga kebersihan bayi
3. Menjelaskan
pada ibu tentang pentingnya pemberian nutrisi yang bergizi pada bayi.
4. Memberikan
informasi mengenai perawatan khusus terhadap popok, pengenalan ruam.
5. Memberikan
informasi tentang masukan dan keluaran cairan pada bayi, untuk memperhatikan
warna dan konsistensi urin.
6. Menganjurkan
ibu memperhatikan jumlah yang ditelan dimakan dan yang dimuntahkan jika bayi
muntah.
7. Memberikan
informasi pada ibu untuk memantau adanya gangguan motilitas yang ada
hubungannya dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
8. Menganjurkan
pada ibu untuk melakukan kunjungan saat keadaan diperlukan.
VII.
Evaluasi
1. Ibu
sudah mengetahui keadaan bayinya
2. Ibu
telah paham untuk menjaga kebersihan bayinya
3. Ibu
mengetahui tentang pentingnya penberia nutrisi yang bergizia pada bayi.
4. Ibu
telah mengetahui mengenai perawatan khusus terhadap popok dan pengenalan ruam.
5. Ibu
mengetahui tentang masukan dan keluaran cairan pada bayi untuk memperhatikan
warna dan konsistensi urin.
6. Ibu
sudah paham untuk memeperhatikan jumlah makanan atau cairan yang ditelan dan
yang dimuntahkan jika bayi muntah..
7. Ibu
telah mengtahui informasi yang diberikangguan yang untuk memantau adanya
gngguan yang berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
8. Ibu
bersedia untuk selalu melakukan kunjungan ulang saat keadaan diperlukan.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tujuan pemantauan bayi baru lahir
adalah untuk mngetahui aktifitas bayi normal atau tidak dan identifikasi
masalah kesehatan bayi baru lahir yang memerlukan perhatian keluarga. Untuk
perkemihan diharapkan keluar 24jam pertama. Tetapi fungsi normal mungkin belum
terjadi sampai 24 jam setelah kelahiran. Tetapi harus tetap diidentifikasi
untuk mencegah terjadinya kekurangan volume cairan sehingga pola eliminasi
buang air kecil bayi jadi terganggu.
B.
Saran
1. Bagi
tenaga kesehatan
Memberikan rencana
asuhan perawatan yang berisi informasi pada bayi baru lahir tentang pola
eliminasi buang air kecil.
2. Ibu dan keluarga dianjurkan untuk dapat
memeahami apa yang telah disampaikan oleh tenaga kesehatan mengenai bayinya.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,
Marylinn E, 2001. Rencana asuhan
Maternal/Bayi. Jakarta : EGC
Muslihatun,
wafi, 2010. Asuhaan Neonatus Bayi dan
Balita. Penerbit Fitramaya. Yogyakarta
Ngastiyah,
2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta :
EGC
Nursalam,
2006. Asuhan Keperawata pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Salemba Medika, Jakarta.
Surya,
Satyanegara, 2004. Panduan Lengkap
Perawatan Untuk Bayi dan Balita.
Jakarta : Arcan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar