PLASENTA
PREVIA
A.
Latar
Belakang
Perdarahan antepartum adalah
perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biaanya lebih banyak dan
lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu.
Perdarahan sebelum, sewaktu,
dan sesudah bersalin adalah kelainan yang tetap berbahaya dan mengancam ibu.
(Mochtar, 1998 : 269)
Penyebab dan proporsi kasus perdarahan antepartum
ditunjukkan pada 0,5 % plasenta previa, 3,0% perdarahan aksidental yang tidak
diketahui penyebabnya, dan plasenta abrasion dengan tingkat moderat 0,8%,
tingkat berat 0,2% dan perdarahan serviks 0,05%. (Jones, 2002 : 109)
Untuk menurunkan angka
kematian ibu di Indonesia, Departemen Kesehatan melakukan strategi agar semua
asuhan antenatal dan sekitar 60% dari keseluruhan persalinan dilayani oleh
tenaga kesehatan terlatih. Strategi ini dilaksanakan untuk dapat mengenali dan
menanggulangi gangguan kehamilan dan persalinan sedini mungkin. Penyiapan
sarana pertolongan gawat darurat merupakan langkah antisipatif terhadap komplikasi
yang mungkin mengancam keselamatan ibu. (Prawirohardjo, 2001: 160)
B.
Tujuan
1.
Tujuan Umum
Setelah dilakukan pembuatan makalah ini, diharapkan
penulis dapat memberikan asuhan
kebidanan ibu hamil dengan Plasenta
Previa secara baik dan benar sesuai dengan manajemen kebidanan menurut Helen
Varney.
2.
Tujuan Khusus
a.
Mahasiswa diharapkan dapat melaksanakan tahap
pengumpulan data dasar pada ibu hamil plasenta previa.
b.
Mahasiswa diharapkan dapat mengidentifikasikan
diagnosa dan masalah pada ibu hamil dengan plasenta previa.
c.
Mahasiswa diharapkan dapat melaksanakan langsung
dengan aman dan efisien pada ibu-ibu hamil dengan plasenta previa.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Plasenta previa ialah
plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau
seluruh ostium uteri internum. Angka kejadian plasenta previa adalah 0,4 – 0,6%
dari keseluruhan persalinan. Dengan
penatalaksanaan dan perawatan yang baik, mortalitas perinatal adalah 50 per
1000 kelahiran hidup. (Prawirohadjo, 2001 : 162)
Plasenta previa adalah
keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen
bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir
(ostium uteri internal). (Mochtar, 1998 : 269)
Plasenta previa ialah
plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim uterus sehingga
dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal
plasenta terletak pada bagian atas uterus. (Prawirohadjo, 2005 : 365)
Plasenta previa previa
terjadi pada 0,5persen dari semua kehamilan, dan bertanggung jawab terhadap 20
persen kasus perdarahan antepartum. Plasenta previa tiga kali lebih sering pada
wanita multipara daripada primipara. (Jones. 2002 : 109)
B. Pathofisiologi
Plasenta previa adalah
implantasi plasenta di segmen bawah rahim sehingga menutupi kanalis servikalis
dan mengganggu proses persalinan dengan terjadinya perdarahan. (Manuaba. 1998 :
254)
Perdarahan terjadi ketika
panjang segmen bawah uteri bertambah dan terjadi gaya-gaya gesekan antara
trofoblas dengan sinus darah ibu, 60 persen kasus perdarahan pertama terjadi
setelah kehamilan minggu ke 36; 30 persen terjadi antara minggu ke 32 dan 36;
dan 10 persen sebelum minggu ke 32. (Jones. 2002 : 109-110)
C. Etiologi
Disamping masih banyak
penyebab plasenta previa yang belum diketahui atau belum jelas, bermacam-macam
teori dan factor-faktor dikemukakansebagai etiologinya.
1.
Endometrium yang
inferior
2.
Chorion leave
yang persisten
3.
Korpus luteum
yang yang bereaksi lambat.
Strassman mengatakan bahwa
factor terpenting adalah vaskulariasasi yang yang kurang pada desidua yang
menyebabkan atrofi dan peradangan, sedngkan Browne menekankan bahwa faktor
terpenting ialah vili khorialis persisten pada desidua kapsularis. (Mochtar.
1998 : 272)
Faktor – faktor yang dapat
meningkatkan kejadian plasenta previa :
a.
Umur penderita
1. Umur muda karena endometrium masih belum sempurna.
2. Umur di atas 35 tahun karena tumbuh endometrium yangt
kurang subur.
b.
Paritas
Pada paritas yang tinggi
kejadian plasenta previa makin besar karena en
ometrium belum belum sempat
tumbuh.
c.
Endometrium yang
cacat
1.
Bekas persalinan
berulang dengan jangka pendek.
2.
Bekas operasi,
bekas kuretage atau plasenta manual.
3.
Perubahan
endometrium pada mioma uteri atau polip.
4.
Pada keadaan
malnutrisi. (Manuaba. 1998 : 254)
D. Klasifikasi
Klasifikasi plasenta previa
didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada
waktu tertentu. Disebut plasenta previa
totalis apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta; plasenta previa parsialis
apabila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta; dan plasenta previa marginalis apabila
pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan. Plasenta yang letaknya
abnormal pada segmen-bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan
jalan lahir, disebut plasenta letak
rendah. Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm di atas pinggir
pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan-lahir.
Karena Klasifikasi ini tidak
didasarkan pada keadaan anatomik melainkan fisiologik, maka klasifikasinya akan
berubah setiap waktu. Umpamanya, plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm
mungkin akan berubah menjadi menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8
c. Tentu saja observasi ini tidak akan terjadi penanganan yang baik. (Prawirohardjo. 2005 : 365-366)
Ada juga penulis yang
menganjurkan bahwa menegakkan diagnosa adalah sewaktu moment opname yaitu
tatkala penderita diperiksa.
a.
Menurut de Snoo,
berdasarkan pada pembukaan 4-5 cm :
1.
Plasenta previa
sentralis (totalis), bila pembukaan 4-5 cm teraba
plasenta menutupi seluruh ostium.
2.
Plasenta previa
lateralis, bila pada pembukaan 4-5 cm sebagian
pembukaan
ditutupi oleh plasenta, dibagi 2:
-
Plasenta
lateralis posterior : bila sebagian menutupi ostium
bagian
belakang
-
Plasenta previa
lateralis anterior : bila menutupi ostium bagian
depan
-
Plasenta previa
marginalis : bila sebagian kecil atau hanya
pinggir
ostium yang ditutupi plasenta.
b.
Menurut penulis
buku-buku Amerika Serikat :
1.
Plasenta previa
totalis : seluruh ostium ditutupi plasenta
2.
Plasenta previa
partialis : sebagian ditutupi plasenta
3.
Plasenta letak
rendah (low-lying placenta) : tepi plasenta berada 3-4 cm di atas
pinggir pembukaan, pada pemeriksaan dalam tidak
teraba.
c.
Menurut Browne :
1.
Tingkat 1 =
Lateral placenta previa :
Pinggir bawah plasenta
berinsersi sampai ke segmen bawah rahim, namun
tidak sampai ke pinggir
pembukaan
2.
Tingkat 2 = Marginal
placenta previa
Plasenta mencapai pinggir
pembukaan (ostium)
3.
Tingkat 3 =
Complete placenta previa
Plasenta
menutupi ostium waktu tertutup, dan tidak menutupi bola pembukaan hampir
lengkap
4.
Pembukaan 4 =
Central placenta previa
Plasenta menutupi seluruhnya
pada pembukaan hampir lengkap.
d. Menurut penulis lain plasenta previa dibagi menurut
persentase plasenta yang menutupi pembukaan :
a.
Plasenta previa
25%, 50%, 75%, dan 100%
b.
Di beberapa
institute di ndonesia termasuk di RS. Pringadi Medan, klasifikasi yang dipakai
kurang lebih menurut pembagian de snoo pada pembukaan kira-kira 4 cm.
c.
Adapula yang
disebut plasenta servikallis, yaitu bila sebagian plasenta tumbuh masuk kanalis
servikalis. Normalnya, plasenta berimplantasi si bagian atas uterus, pada
bagian belakang (60%), depan (40%). (Mochtar. 1998 : 270-271)
E. Tanda dan
Gejala
Perdarahan tanpa alasan dan
tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan pertama dari plasenta previa.
Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau bekerja biasa. Perdarahan
pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan berakibat fatal. Akan tetapi
perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak daripada sebelumnya, apalagi
jika sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. (Prawirohardjo. 2005 : 368)
Gejala perdarahan awal
adalah plasenta, pada umumnya hanya berupa perdarahan bercak atau ringan. dan
umumnya berhenti secara spontan. Gejala tersebut kadang-kadang terjadi waktu
bangun tidur. Tidak jarang, perdarahan pervaginam baru baru terjadi pada saat
inpartu. Jumlah perdarahan yang terjadi, sangat tergantung dari jenis plasenta
previa. (Prawirohardjo. 2002 : 163)
Tanda dan Gejala
1.
Anamnesa
plasenta previa.
a.
Terjadi
perdarahan pada kehamilan 28 minggu.
b.
Sifat perdarahan
:
1. Tnpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba.
2. Tanpa sebab yang jelas.
3. Dapat berulang
c.
Perdarahan
menimbulkan penyulit pada ibu maupun janin dalam rahim.
2.
Pada inspeksi
dijumpai.
a.
Perdarahan
pervaginam encer sampai bergumpal.
b.
Pada perdarahan
yang banyak, ibu tampak anemis.
3.
Pada pemeriksaan
fisik ibu.
a. Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal samai
syok
b. Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik
sampai koma.
c. Pada pemeriksaan sampai dijimpai :
1. Tekanan darah, nadi, dan pernapasan dalam batas
normal.
2. Tekanan darah turun, nadi dan pernapasan meningkat.
3. Daerah ujung menjadi dingin.
4. Tampak anemis.
4.
Pada pemeriksaan
khusus kebidanan.
a.
Pemeriksaan
palpasi abdomen :
1. Janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai
dengan umur hamil.
2. Karena plasenta di segmen bawah rahim, maka di jumpai
kelainan letak janin dalam rahim dan bagian terendah masih tinggi.
b.
Pemeriksaan
denyut jantung janin.
Bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian
dalam rahim.
(Manuaba. 2002: 254-255)
F. Komplikasi
Episode perdarahan berat
dapat terjadi setiap saat, dan selama perdarahan ini janin dapat mati karena
hipoksia. Setelah lahir, mungkinterjadi perdarahan postpartum karena trofoblas
menginvasi segmen bawah uteri yang kurang di dukung oleh jaringan vena. Pada
kebanyakan kasus, perdarahan berhenti setelah pemberian oksitosin, namun
kadang-kadang perdarahan tidak dapat di hentikan sehingga diperlukan
histerektomi.
Mortalitas perinatal kurang
dari 50 per 1000. Mortalitas ibu rendah asalkan kasus ini di tangani oleh ahli
penyakit obstetri yang berpengalaman dan tidak dilakukan pemeriksaan vagina
sebelum masuk rumah sakit. (Jones. 2002 : 110)
G. Penanganan
1.
Melakukan
therapi ekspektatif
a.
Tujuan therapy
ekspektif ialah supaya janin tidak terlahir premature, penderita dirawat tanpa
melakukan pemeriksaan dalam melaui kanalis servikalis. Upaya diagnosis
dilakukan secara non-invasif. Pemantauan klinis dilaksanakan secara ketat dan
baik.
Syarat-syarat
therapy ekspektatif :
b.
Perdarahan
preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian
berhenti.
-
Belum ada
tand-tanda inpartu.
-
Keadaan ibu
cukup baik.
-
Janin masih
hidup.
c.
Rawat inap,
tirah baring dan berikan antibiotic profilaksis.
d.
Lakukan
pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia kehamilan, profil
biofisikletak dan presentasi janin.
e.
Berikan
tokolitik bila ada kontraksi :
-
MgSO4
4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam.
-
Nifedipin 3x20
mg/ hari
-
Betamethason 24
mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru
janin.
f.
Uji pematangan
paru janin dengan Tes Kocok (Bubble Test) dari hasil amniosentesis.
g.
Bila setelah
usia kehamilan di atas 34 minggu, plasenta masih berada di sekitar ostium uteri
internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas, sehingga perlu di lakukan observasi
dan konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat.
h.
Bila perdarahan
berhenti dan waktununtuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien dapat di
pulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila rumah pasien di luar kota dan
jarak untuk mencapai rumah sakit lebih dari 2 jam) dengan pesan untuk segera
kembali ke Rumah Sakit apabila terjadi perdarahan ulang.
2.
Melakukan
therapi aktif
a. Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan
pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksanakan secara aktif
tanpa memandang maturitas janin.
b. Untuk diagnosis plasenta previa dan menentukan cara
menyelesaikan persalinan, setelah semua persyaratan dipenuhi, lakukan PDMO jika
:
1. Infus/ tranfusi telah terpasang, kamar dan Tim Operasi
telah siap.
2. Kehamilan ≥37 minggu (berat badan ≥2500 gram) dan
inpartu atau
3. Janin telah meninggal atau terdapat anomali congenital
mayor (missal : anensefali)
4. Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh
melewati pintu atas panggul (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar).
3.
Melakukan Seksio
sesarea
a.
Prinsip utama
dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga
walaupun janin meninggal atau tidak punya harapan untuk hidup, tindakan ini
tetap dilaksanakan.
b.
Tujuanseksio
sesarea :
-
Melahirkan janin
dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan menghentikan
perdarahan.
-
Tempat
implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga serviks uteri
dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek. Selain itu , bekas tempat
implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya perbedaan
vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri.
-
Siapkan darah
pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu.
-
Lakukan
perawatan lanjut pascabedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi dan
keseimbangan cairanmasuk-keluar.
-
4.
Dengan
melahirkan pervaginam
Perdarahan
akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan tersebut dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagi berikut :
a. Amniotomo dan akselerasi
Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/
marginalis dengan pembukaan >3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah
ketuban, plasenta akan mengikuti segmen bawah rahim dan di tekan oleh kepala
janin. Jika kontraksi uterus balum ada atau masih lema, akselerasi dengan
infuse oksitosin.
b. Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Braxton Hicks ini ialah
mengadakan tamponade plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton
Hixcs tidak dilakukan pada janin yang masih hidup.
c. Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet,
kemudian beri beban secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang
efektif untuk menekan plasenta dan sering kali menyebabkan perdarahan pada
kulit kepala. Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal
dan perdarahan yang tidak aktif. (Prawirohadjo. 2002: 164-166)
PENUTUP
A.
Simpulan
1.
Perdarahan
sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan yang tetap berbahaya dan
mengancam ibu. (Mochtar, 1998 : 269)
2.
Plasenta previa
ialah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim uterus
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada
keadaan normal plasenta terletak pada bagian atas uterus. (Prawirohadjo, 2005 :
365)
3.
Plasenta previa
previa terjadi pada 0,5persen dari semua kehamilan, dan bertanggung jawab
terhadap 20 persen kasus perdarahan antepartum. Plasenta previa tiga kali lebih
sering pada wanita multipara daripada primipara. (Jones. 2002 : 109)
4.
Perdarahan
terjadi ketika panjang segmen bawah uteri bertambah dan terjadi gaya-gaya
gesekan antara trofoblas dengan sinus darah ibu, 60 persen kasus perdarahan
pertama terjadi setelah kehamilan minggu ke 36; 30 persen terjadi antara minggu
ke 32 dan 36; dan 10 persen sebelum minggu ke 32. (Jones. 2002 : 109-110)
5.
Klasifikasi
plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan
jalan lahir pada waktu tertentu. Disebut plasenta
previa totalis apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta; plasenta previa parsialis
apabila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta; dan plasenta previa marginalis apabila pinggir
plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan. Plasenta yang letaknya abnormal
pada segmen-bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan
lahir, disebut plasenta letak rendah.
Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm di atas pinggir pembukaan,
sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan-lahir. (Prawirohardjo. 2005 :
365-366)
6.
Gejala
perdarahan awal adalah plasenta, pada umumnya hanya berupa perdarahan bercak
atau ringan. dan umumnya berhenti secara spontan. (Jones. 2002 : 110)
Episode perdarahan berat
dapat terjadi setiap saat, dan selama perdarahan di dalam kasus plasenta
previa, janin dapat mati karena hipoksia. Setelah lahir, mungkinterjadi
perdarahan postpartum karena trofoblas menginvasi segmen bawah uteri yang
kurang di dukung oleh jaringan vena. (Jones. 2002 : 110)
7.
Kasus plasenta
previa dapat di tangani dengan melakukan therapi ekspektatif, therapy aktif,
seksio sesarea, dandapat juga kelahiran pervaginam. (Prawirohadjo. 2002:
164-166)
B. Saran
1.
Sebagai bidan kita harus memberikan
asuhan yang tepat bagi ibu hamil secara
baik dan benar sesuai dengan manajemen kebidanan menurut Helen Varney.
2.
Dengan
memperhatikan skema hubungan kerja dan kegiatan yang harus dilaksanakan oleh
harus terdepan pelayanan kesehatan dapat diharapkan terjadi penurunan angka
kesakitan dan kematian maternal maupun perinatal.
3.
Untuk Ibu
Hamil segera lakukan pemeriksaan ke Tenaga Kesehatan jika ada keluhan-keluhan
dengan kehamilannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Prawirohardjo,
Sarwono . 2002. Acuhan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : JNPKKR-POGI
Prawirohardjo,
Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta
: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Llewellyn-Jones,
Derek . 2002 . Dasar-Dasar Obstetri dan
Ginekologi. Jakarta : Hipokrates
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obetetri. Jakrta : EGC
Manuaba, Ida
Bagus Gde. Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta : ECG