Senin, 31 Oktober 2011

PLASENTA PREVIA

PLASENTA PREVIA

A.    Latar Belakang
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biaanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu.
Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan yang tetap berbahaya dan mengancam ibu. (Mochtar, 1998 : 269)
Penyebab dan proporsi kasus perdarahan antepartum ditunjukkan pada 0,5 % plasenta previa, 3,0% perdarahan aksidental yang tidak diketahui penyebabnya, dan plasenta abrasion dengan tingkat moderat 0,8%, tingkat berat 0,2% dan perdarahan serviks 0,05%. (Jones, 2002 : 109)
Untuk menurunkan angka kematian ibu di Indonesia, Departemen Kesehatan melakukan strategi agar semua asuhan antenatal dan sekitar 60% dari keseluruhan persalinan dilayani oleh tenaga kesehatan terlatih. Strategi ini dilaksanakan untuk dapat mengenali dan menanggulangi gangguan kehamilan dan persalinan sedini mungkin. Penyiapan sarana pertolongan gawat darurat merupakan langkah antisipatif terhadap komplikasi yang mungkin mengancam keselamatan ibu. (Prawirohardjo, 2001: 160)
B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum 
Setelah dilakukan pembuatan makalah ini, diharapkan penulis dapat  memberikan asuhan kebidanan  ibu hamil dengan Plasenta Previa secara baik dan benar sesuai dengan manajemen kebidanan menurut Helen Varney.
2.      Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa diharapkan dapat melaksanakan tahap pengumpulan data dasar pada ibu hamil plasenta previa.
b.      Mahasiswa diharapkan dapat mengidentifikasikan diagnosa dan masalah pada ibu hamil dengan plasenta previa.
c.       Mahasiswa diharapkan dapat melaksanakan langsung dengan aman dan efisien pada ibu-ibu hamil dengan plasenta previa.
BAB II
TINJAUAN TEORI


A.    Definisi
Plasenta previa ialah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Angka kejadian plasenta previa adalah 0,4 – 0,6% dari keseluruhan persalinan.  Dengan penatalaksanaan dan perawatan yang baik, mortalitas perinatal adalah 50 per 1000 kelahiran hidup. (Prawirohadjo, 2001 : 162)
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal). (Mochtar, 1998 : 269)
Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak pada bagian atas uterus. (Prawirohadjo, 2005 : 365)
Plasenta previa previa terjadi pada 0,5persen dari semua kehamilan, dan bertanggung jawab terhadap 20 persen kasus perdarahan antepartum. Plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara daripada primipara. (Jones. 2002 : 109)
B.     Pathofisiologi
Plasenta previa adalah implantasi plasenta di segmen bawah rahim sehingga menutupi kanalis servikalis dan mengganggu proses persalinan dengan terjadinya perdarahan. (Manuaba. 1998 : 254)
Perdarahan terjadi ketika panjang segmen bawah uteri bertambah dan terjadi gaya-gaya gesekan antara trofoblas dengan sinus darah ibu, 60 persen kasus perdarahan pertama terjadi setelah kehamilan minggu ke 36; 30 persen terjadi antara minggu ke 32 dan 36; dan 10 persen sebelum minggu ke 32. (Jones. 2002 : 109-110)
C.    Etiologi
Disamping masih banyak penyebab plasenta previa yang belum diketahui atau belum jelas, bermacam-macam teori dan factor-faktor dikemukakansebagai etiologinya.
1.      Endometrium yang inferior
2.      Chorion leave yang persisten
3.      Korpus luteum yang yang bereaksi lambat.
Strassman mengatakan bahwa factor terpenting adalah vaskulariasasi yang yang kurang pada desidua yang menyebabkan atrofi dan peradangan, sedngkan Browne menekankan bahwa faktor terpenting ialah vili khorialis persisten pada desidua kapsularis. (Mochtar. 1998 : 272)
Faktor – faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa :
a.       Umur penderita
1.      Umur muda karena endometrium masih belum sempurna.
2.      Umur di atas 35 tahun karena tumbuh endometrium yangt kurang subur.
b.      Paritas
Pada paritas yang tinggi kejadian plasenta previa makin besar karena en
ometrium belum belum sempat tumbuh.
c.       Endometrium yang cacat
1.      Bekas persalinan berulang dengan jangka pendek.
2.      Bekas operasi, bekas kuretage atau plasenta manual.
3.      Perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip.
4.      Pada keadaan malnutrisi. (Manuaba. 1998 : 254)

D.    Klasifikasi
Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu. Disebut plasenta previa totalis apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta; plasenta previa parsialis apabila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta; dan plasenta previa marginalis apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan. Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen-bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir, disebut plasenta letak rendah. Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm di atas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan-lahir.
Karena Klasifikasi ini tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan fisiologik, maka klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Umpamanya, plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 c. Tentu saja observasi ini tidak akan terjadi penanganan yang baik.  (Prawirohardjo. 2005 : 365-366)

Ada juga penulis yang menganjurkan bahwa menegakkan diagnosa adalah sewaktu moment opname yaitu tatkala penderita diperiksa.
a.       Menurut de Snoo, berdasarkan pada pembukaan 4-5 cm :
1.      Plasenta previa sentralis (totalis), bila pembukaan 4-5 cm teraba
      plasenta menutupi seluruh ostium.
2.      Plasenta previa lateralis, bila pada pembukaan 4-5 cm sebagian
pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 2:
-       Plasenta lateralis posterior : bila sebagian menutupi ostium  
      bagian belakang
-       Plasenta previa lateralis anterior : bila menutupi ostium bagian
      depan
-       Plasenta previa marginalis : bila sebagian kecil atau hanya  
      pinggir ostium yang ditutupi plasenta.
b.      Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat :
1.      Plasenta previa totalis : seluruh ostium ditutupi plasenta
2.      Plasenta previa partialis : sebagian ditutupi plasenta
3.      Plasenta letak rendah (low-lying placenta) : tepi plasenta berada 3-4 cm di atas
pinggir pembukaan, pada pemeriksaan dalam tidak teraba.
c.       Menurut Browne :
1.      Tingkat 1 = Lateral placenta previa :
Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai ke segmen bawah rahim, namun
tidak sampai ke pinggir pembukaan
2.      Tingkat 2 = Marginal placenta previa
Plasenta mencapai pinggir pembukaan (ostium)
3.      Tingkat 3 = Complete placenta previa
Plasenta menutupi ostium waktu tertutup, dan tidak menutupi bola pembukaan hampir lengkap
4.      Pembukaan 4 = Central placenta previa
Plasenta menutupi seluruhnya pada pembukaan hampir lengkap.
d.      Menurut penulis lain plasenta previa dibagi menurut persentase plasenta yang menutupi pembukaan :
a.       Plasenta previa 25%, 50%, 75%, dan 100%
b.      Di beberapa institute di ndonesia termasuk di RS. Pringadi Medan, klasifikasi yang dipakai kurang lebih menurut pembagian de snoo pada pembukaan kira-kira 4 cm.
c.       Adapula yang disebut plasenta servikallis, yaitu bila sebagian plasenta tumbuh masuk kanalis servikalis. Normalnya, plasenta berimplantasi si bagian atas uterus, pada bagian belakang (60%), depan (40%). (Mochtar. 1998 : 270-271)
A                                                                           








































                     











E.     Tanda dan Gejala
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau bekerja biasa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan berakibat fatal. Akan tetapi perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak daripada sebelumnya, apalagi jika sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. (Prawirohardjo. 2005 : 368)
Gejala perdarahan awal adalah plasenta, pada umumnya hanya berupa perdarahan bercak atau ringan. dan umumnya berhenti secara spontan. Gejala tersebut kadang-kadang terjadi waktu bangun tidur. Tidak jarang, perdarahan pervaginam baru baru terjadi pada saat inpartu. Jumlah perdarahan yang terjadi, sangat tergantung dari jenis plasenta previa. (Prawirohardjo. 2002 : 163)
Tanda dan Gejala
1.      Anamnesa plasenta previa.
a.       Terjadi perdarahan pada kehamilan 28 minggu.
b.      Sifat perdarahan :
1.      Tnpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba.
2.      Tanpa sebab yang jelas.
3.      Dapat berulang
c.       Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu maupun janin dalam rahim.
2.      Pada inspeksi dijumpai.
a.       Perdarahan pervaginam encer sampai bergumpal.
b.      Pada perdarahan yang banyak, ibu tampak anemis.
3.      Pada pemeriksaan fisik ibu.
a.       Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal samai syok
b.      Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma.
c.       Pada pemeriksaan sampai dijimpai :
1.      Tekanan darah, nadi, dan pernapasan dalam batas normal.
2.      Tekanan darah turun, nadi dan pernapasan meningkat.
3.      Daerah ujung menjadi dingin.
4.      Tampak anemis.

4.      Pada pemeriksaan khusus kebidanan.
a.       Pemeriksaan palpasi abdomen :
1.      Janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan umur hamil.
2.      Karena plasenta di segmen bawah rahim, maka di jumpai kelainan letak janin dalam rahim dan bagian terendah masih tinggi.
b.      Pemeriksaan denyut jantung janin.
Bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam rahim.
(Manuaba. 2002: 254-255)



F.     Komplikasi
Episode perdarahan berat dapat terjadi setiap saat, dan selama perdarahan ini janin dapat mati karena hipoksia. Setelah lahir, mungkinterjadi perdarahan postpartum karena trofoblas menginvasi segmen bawah uteri yang kurang di dukung oleh jaringan vena. Pada kebanyakan kasus, perdarahan berhenti setelah pemberian oksitosin, namun kadang-kadang perdarahan tidak dapat di hentikan sehingga diperlukan histerektomi.
Mortalitas perinatal kurang dari 50 per 1000. Mortalitas ibu rendah asalkan kasus ini di tangani oleh ahli penyakit obstetri yang berpengalaman dan tidak dilakukan pemeriksaan vagina sebelum masuk rumah sakit. (Jones. 2002 : 110)
G.    Penanganan
1.      Melakukan therapi ekspektatif
a.       Tujuan therapy ekspektif ialah supaya janin tidak terlahir premature, penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melaui kanalis servikalis. Upaya diagnosis dilakukan secara non-invasif. Pemantauan klinis dilaksanakan secara ketat dan baik.
Syarat-syarat therapy ekspektatif :
b.      Perdarahan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian
berhenti.
-       Belum ada tand-tanda inpartu.
-       Keadaan ibu cukup baik.
-       Janin masih hidup.
c.       Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotic profilaksis.
d.      Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia kehamilan, profil biofisikletak dan presentasi janin.
e.       Berikan tokolitik bila ada kontraksi :
-       MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam.
-       Nifedipin 3x20 mg/ hari
-       Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru
      janin.
f.       Uji pematangan paru janin dengan Tes Kocok (Bubble Test) dari hasil amniosentesis.
g.      Bila setelah usia kehamilan di atas 34 minggu, plasenta masih berada di sekitar ostium uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas, sehingga perlu di lakukan observasi dan konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat.
h.      Bila perdarahan berhenti dan waktununtuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien dapat di pulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila rumah pasien di luar kota dan jarak untuk mencapai rumah sakit lebih dari 2 jam) dengan pesan untuk segera kembali ke Rumah Sakit apabila terjadi perdarahan ulang.
2.      Melakukan therapi aktif
a.       Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksanakan secara aktif tanpa memandang maturitas janin.
b.      Untuk diagnosis plasenta previa dan menentukan cara menyelesaikan persalinan, setelah semua persyaratan dipenuhi, lakukan PDMO jika :
1.      Infus/ tranfusi telah terpasang, kamar dan Tim Operasi telah siap.
2.      Kehamilan ≥37 minggu (berat badan ≥2500 gram) dan inpartu atau
3.      Janin telah meninggal atau terdapat anomali congenital mayor (missal : anensefali)
4.      Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati pintu atas panggul (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar).
3.      Melakukan Seksio sesarea
a.       Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tidak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilaksanakan.
b.      Tujuanseksio sesarea :
-       Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan menghentikan perdarahan.
-       Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga serviks uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek. Selain itu , bekas tempat implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri.
-       Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu.
-       Lakukan perawatan lanjut pascabedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi dan keseimbangan cairanmasuk-keluar.
-        
4.      Dengan melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagi berikut :
a.       Amniotomo dan akselerasi
Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/ marginalis dengan pembukaan >3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, plasenta akan mengikuti segmen bawah rahim dan di tekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus balum ada atau masih lema, akselerasi dengan infuse oksitosin.
b.      Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Braxton Hicks ini ialah mengadakan tamponade plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hixcs tidak dilakukan pada janin yang masih hidup.
c.       Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian beri beban secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk menekan plasenta dan sering kali menyebabkan perdarahan pada kulit kepala. Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan yang tidak aktif. (Prawirohadjo. 2002: 164-166)












PENUTUP

A.    Simpulan
1.      Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan yang tetap berbahaya dan mengancam ibu. (Mochtar, 1998 : 269)
2.      Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak pada bagian atas uterus. (Prawirohadjo, 2005 : 365)
3.      Plasenta previa previa terjadi pada 0,5persen dari semua kehamilan, dan bertanggung jawab terhadap 20 persen kasus perdarahan antepartum. Plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara daripada primipara. (Jones. 2002 : 109)
4.      Perdarahan terjadi ketika panjang segmen bawah uteri bertambah dan terjadi gaya-gaya gesekan antara trofoblas dengan sinus darah ibu, 60 persen kasus perdarahan pertama terjadi setelah kehamilan minggu ke 36; 30 persen terjadi antara minggu ke 32 dan 36; dan 10 persen sebelum minggu ke 32. (Jones. 2002 : 109-110)
5.      Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu. Disebut plasenta previa totalis apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta; plasenta previa parsialis apabila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta; dan plasenta previa marginalis apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan. Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen-bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir, disebut plasenta letak rendah. Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm di atas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan-lahir. (Prawirohardjo. 2005 : 365-366)
6.      Gejala perdarahan awal adalah plasenta, pada umumnya hanya berupa perdarahan bercak atau ringan. dan umumnya berhenti secara spontan. (Jones. 2002 : 110)
Episode perdarahan berat dapat terjadi setiap saat, dan selama perdarahan di dalam kasus plasenta previa, janin dapat mati karena hipoksia. Setelah lahir, mungkinterjadi perdarahan postpartum karena trofoblas menginvasi segmen bawah uteri yang kurang di dukung oleh jaringan vena. (Jones. 2002 : 110)
7.      Kasus plasenta previa dapat di tangani dengan melakukan therapi ekspektatif, therapy aktif, seksio sesarea, dandapat juga kelahiran pervaginam. (Prawirohadjo. 2002: 164-166)
                                     
B.     Saran
1.      Sebagai bidan kita harus memberikan asuhan yang tepat bagi ibu hamil  secara baik dan benar sesuai dengan manajemen kebidanan menurut Helen Varney.
2.      Dengan memperhatikan skema hubungan kerja dan kegiatan yang harus dilaksanakan oleh harus terdepan pelayanan kesehatan dapat diharapkan terjadi penurunan angka kesakitan dan kematian maternal maupun perinatal.
3.      Untuk Ibu Hamil segera lakukan pemeriksaan ke Tenaga Kesehatan jika ada keluhan-keluhan dengan kehamilannya.










DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono . 2002. Acuhan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : JNPKKR-POGI
Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Llewellyn-Jones, Derek . 2002 . Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta :  Hipokrates
            Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obetetri. Jakrta : EGC
Manuaba, Ida Bagus Gde. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta : ECG